Bagaimanakah proses dibalik terjadinya mukjizat ...
Apa saja faktor-faktor yang menentukan "kemanjuran" suatu "doa" atau "rapalan kata-kata" atau "mantra" yang dianggap suci oleh penganutnya ...
Apa definisi kematian dalam hakekat yang sesungguhnya ...
Memahami terjadinya mukjizat
Jika diamati dari kitab suci paham lain, perbuatan atau kejadian ajaib ( mukjizat ) yang diasumsikan ada empat jenis : penyembuhan orang sakit, pengusiran roh-roh jahat, penaklukan kekuatan alam, pembangkitan orang mati.
Dapat dijumpai di dalam tipitaka, sungguh tidak terhitung banyaknya mukjizat yang ditimbulkan baik oleh para buddha, oleh murid-murid beliau ( sangha ), bahkan oleh umat awam yang mempraktikkan ajaran buddha tersebut sebagai "conditioning service meditation" ( layanan memgkondisikan pengobatan untuk penyembuhan ) maupun "self service meditation" ( layanan mandiri pengobatan untuk penyembuhan ), yang tipikal-nya tidak diklaim sebagai monopoli baik oleh para buddha, oleh murid beliau maupun umat yang melaksanakannya walaupun mengalami kesembuhan yang dinilai sebagai keajaiban ( mukjizat ).
Proses mukjizat yang terjadi sangat reasonable ( mengandung alasan yang ilmiah berdasarkan sebab akibat ) dijelaskan secara objektif, tanpa mengandung iming-iming untuk konversi label paham tertentu, dan tidak mengandung ancaman halus dengan mengkambinghitamkan kekuatan jahat yang memberikan duri didalam umpan.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan jasmani
Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, seorang agung didalam sejarah peradaban manusia dibumi ini pernah menyatakan bahwa kesehatan jasmani seseorang ditentukan oleh 4 faktor, yaitu :
1. Faktor perbuatan orang tersebut ( istilah didalam agama buddha, disebut faktor kamma )
2. Faktor pikiran orang tersebut ( citta )
3. Faktor makanan orang tersebut ( ahara )
4. Faktor keseimbangan lingkungan hidup orang tersebut ( utu )
Perbuatan seseorang akan menghasilkan materi khusus ( kammajarupa ) yang bereaksi terhadap jasmaninya, demikian pula pikiran seseorang akan menimbulkan materi khusus ( cittajarupa ) yang bereaksi dan berinteraksi dengan materi tubuh orang tersebut, ditambah dengan makanan / ahararupa ( termasuk obat-obatan, vitamin, mineral dsb ) akan menambak kontribusi kombinasi reaksi interaksi materi tubuh orang tersebut. Lingkungan hidup, kelembaban, temperatur, pakaian orang tersebut juga akan menimbulkan efek panas dingin kering lembab ( utujarupa ) tubuhnya yang juga berinteraksi dengan materi-materi sebelumnya. Keempat faktor materi ini saling berinteraksi dan korelasi membentuk materi-materi baru yang kompleks yang menjelaskan perbedaan fisik tiap makhluk.
Semakin tinggi kualitas perbuatan ( diindikasikan dengan nilai moralitas ) dulu dan sekarang, kualitas pikiran, kualitas makanan dan kualitas lingkungan hidup seseorang maka materi-materi yang ditimbulkan oleh keempat faktor itu akan memiliki kualitas tinggi; dan interaksi keempat materi dengan kualitas tinggi ini serta kontinuitas ( kesinambungan ) kemunculannya akan memberikan efek prima kesehatan jasmani seseorang dalam kesinambungan pula. Kontinuitas makin baik, maka kesehatan makin berdaya tahan lama. Pada prinsipnya merupakan kombinasi interaksi antara :
1. Proses sebab akibat berkondisi ( tidak muncul tiba-tiba )
2. Empat faktor ( perbuatan, pikiran, makanan, lingkungan fisik )
3. Waktu ( kala ) lampau dan sekarang, dalam hal kontinyu atau diskontinyu dengan tenggang waktu tertentu atau putus-putus.
Faktor-faktor kekuatan "doa" atau "paritta" atau "mantra"
Penelitian terkini didalam pengobatan, didalam eksperimental psikologi dan apa yang disebut parapsikologi telah melemparkan secercah cahaya sifat alamiah pikiran dan posisinya didunia ini. Selama empat puluh tahun terakhir pengaruh ini telah secara konstan tumbuh diantara para ahli kodokteran bahwa banyak kasus penyakit organik maupun fungsional secara langsung dikondisikan oleh faktor-faktor batin. Tubuh menjadi sakit karena pikiran mengontrolnya secara tersembunyi ( tidak disadari langsung oleh penderita ) menginginkan tubuhnya sakit, atau karena kegelisahan sehingga tidak dapat mencegah tubuh menjadi sakit.
Pikiran tidak hanya menyebabkan penyakit, juga dapat menyembuhkan. Pasien yang realistis memiliki kesempatan kesembuhan yang jauh lebih baik dibandingkan seorang pasien yang khawatir dan tidak gembira. Contoh-contoh yang didokumentasikan melalui penyembuhan 'keyakinan' termasuk didalamnya kasus-kasus penyakit organik dapat disembuhkan hampir secara instan. Didalam hubungan ini, sungguh menarik kita meninjaunya dari sisi buddha dharma untuk mengkondisikan terbebasnya dari penyakit atau mara bahaya, untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh makhluk-makhluk penggangu yang terlihat ataupun tidak terlihat, untuk memperoleh 'perlindungan' atau kebebasan dari kejahatan, dan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kebaikan makhluk hidup. Beberapa khotbah yang disebut "paritta sutta" dijadikan sebagai 'khotbah perlindungan'. Namun parita sutta ini tidaklah sama dengan pembacaan mantra atau doa paham lain, tidak ada satupun yang mistis didalam paritta sutta.
Kata paritta pertama kali digunakan oleh buddha gaotama didalam khotbah yang dikenal dengan "khanda paritta" didalam culla vagga, vinaya pitaka ( vol. II, hal 109 ), dan juga didalam anggutara nikaya dibawah judul 'ahi ( metta ) sutta' ( vol. II hal 82 ). Khotbah ini direkomendasikan oleh buddha gaotama sebagai "pelindung" untuk digunakan para bhikkhu untuk mempraktikkan dan mengembangkan metta ( cinta kasih universal ) kepada semua makhluk.
Setiap "doa"paham lain maupun "paritta" umat buddha atau "mantra" tertentu memiliki nilai kekuatan tertentu. Kekuatan-kekuatan yang saling berkombinasi secara sinergis akan menimbulkan kekuatan baru yang jauh lebih tinggi. Kekuatan-kekuatan itu, sebagai berikut :
1. Kekuatan kebenaran
Beberapa faktor berkombinasi memberikan kontribusi kepada 'kemanjuran' pembacaan paritta. Pembacaan paritta merupakan sebentuk saccakiriya, yaitu sebuah afirmasi atas kebenaran. Perlindungan dihasilkan dari kekuatan afirmasi kebenaran tersebut. Ini berarti menetapkan diri pembaca didalam kekuatan kebenaran terlebih dahulu sebagai modal utama. Dengan modal utama bahwa dirinya diliputi kebenaran, para pendengarpun diajak untuk berlibat didalam kebenaran tersebut. Itulah sebabnya diakhir paritta ini, biasanya pembaca memberikan afirmasi 'blesing' kepada pendengarnya dengan mengucapkan kata-kata 'dengan kekuatan kebenaran kata-kata ini semoga kamu sembuh/ baik. Kekuatan dhamma atau kebenaran melindungi pelaksana dhamma mengindikasikan prinsip dibalik pembacaan sutta ini. Apabila semua fator lainnya sama tingkatannya, maka pembacaan kebenaran ( paritta sutta ) akan memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan 'doa' semata.
2. Kekuatan moral
Tahap pertama pelaksanaan buddha dharma adalah kemoralan ( sila ). Dilandasi kemoralan yang baik, seseorang seyoganya berjuang untuk mencapai batin yang tenang dan seimbang. Apabila ini terjadi, maka orang yang memiliki kemoralan akan terlindungi dengan sendirinya oleh kekuatan moralnya tersebut. Orang yang mendengarkan pembacaan paritta dari orang yang bermoral akan muncul inspirasi pikiran yang baik secara reflektif induktif muncul pikiran yang bermoral baik yang dapat mengatasi pengaruh buruk dan akhirnya terlindung dari berbagai bahaya. Moralitas pembaca dan yang mendengarkan saling berpengaruh membentuk kombinasi kontribusi kekuatan paritta tersebut. Makin tinggi moralitas pembaca dan pendengarnya, maka kekuatan paritta tersebut akan menjadi makin tinggi.
3. Kekuatan cinta kasih
Khotbah yang dilakukan oleh buddha tidak akan pernah lepas dari cinta kasih. Beliau berjalan kemanapun dengan penuh cinta kasih untuk semua makhluk, memberikan petunjuk, mengkondisikan pencerahan dan membahagiakan banyak makhluk melalui ajarannya. Oleh karena itu, para pembaca paritta pun diharapkan melakukannya dengan cinta kasih dan belas kasihan kepada para pendengarnya dengan memgharapkan mereka berbahagia, terbebas dari penyakit, kesukaran, penderitaan dan mara bahaya. Semakin tinggi cinta kasih yang dikembangkan dan dipancarkan oleh pembaca paritta, maka kekuatannya akan semakin tinggi.
4. Kekuatan keyakinan
Keyakinan merupakan hal yang sangat penting didalam semua tindakan. Pembacaan paritta atau 'doa' atau 'mantra' dengan keyakinan tinggi, akan menimbulkan efek ketenangan yang tinggi bagi batin pembacanya. Tingkat keyakinan yang tinggi dari pendengarnya akan berpengaruh bagi tingkat kemauan pendengar itu mendengarkan dan merenungkannya. Konflik batin menjadi teratasi, dan ujungnya cittajarupa yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik yang berinteraksi dengan materi tubuhnya tersebut sehingga tingkat kesehatan atau radiasi tubuhnya menjadi lebih baik.
5. Kekuatan konsentrasi
Pembacaan paritta dengan penuh konsentrasi akan memberikan efek sinkronisasi yang baik terhadap pembaca maupun pendengarnya. Kekuatan kebenaran akan tetap terjaga, harmonisasi tetap terjaga, kestabilan faktor batin yang penuh cinta kasih akan tetap terjaga, keyakinan tetap terjaga penuh. Makin tinggi tingkat konsentrasi maka akan makin tinggi pula kekuatan batin orang tersebut, dan kekuatan batin ini tentu menjadi kontribusi penting didalam mengalahkan pengaruh-pengaruh negatif.
6. Kekuatan perbuatan ( kamma )
Setiap makhluk melakukan perbuatan sejak dulu hingga kini, dalam kehidupan lampau maupun kini. Perbuatan tersebut merupakan aksi, dan memiliki potensi untuk menghasilkan akibat. Perbuatan yang dilakukan suatu makhluk terdiri dari perbuatan tidak baik maupun perbuatan baik, dan masing-masing memberikan efek yang setimpal. Ada perbuatan yang mengkondisikan berbuahnya perbuatan lain yang belum masak menjadi masak atau yang sudah saat waktunya masak menjadi masak dengan sepenuhnya. Ada pula perbuatan baik yang memotong buah perbuatan tidak baik yang sedang berlangsung hingga selesai.
Sebagai contoh, seorang yang sedang sakit ... Diakibatkan salah satunya oleh akibat perbuatan buruknya masa lampau. Dengan kondisi perbuatan baiknya mengingat atau mendengarkan pembacaan paritta / doa / mantra dengan penuh konsentrasi saat itu, serta merta sembuh diakibatkan perbuatan baiknya ini memotong hasil perbuatan buruknya yang menyebabkan dia sakit.
Sebaliknya apabila tidak ada perbuatan baik yang ditimbulkan untuk meng-counter akibat perbuatan tidak baik yang lampau atau akibat perbuatan tidak baik yang lampau terlalu kuat mendominasi, maka pembacaan paritta / doa / mantra atau mendengarkannya, tidak akan serta merta membuahkan hasil, namun bukan berarti sia-sia.
7. Kekuatan suara
Telah lama diyakini bahwa getaran suara yang dihasilkan oleh pembacaan paritta yang harmonis akan berpengaruh kepada getaran materi didalam tubuh seseorang. Apabila semua hal kekuatannya sama, maka semakin harmonis pembacaan paritta, gerakan materi didalam tubuh seseorang akan menjadi harmonis dan akan mengakibatkan denyut nadi atau syaraf yang harmoni. Secara realitis, hal ini menginduksikan ketenangan dan kedamaian fisik maupun batin.
Singkatnya, pengunaan paritta, doa, atau mantra akan memiliki kekuatan yang tinggi dalam hal kemanjuran, baik untuk mengurangi / menghilangkan efek buruk maupun untuk menimbulkan atau mengembangkan efek baik, sepenuhnya sangat tergantung dari kebenaran yang terkandung didalam kata-katanya, moralitas pembaca atau pendengarnya, keyakinan pembaca dan pendengarnya, konsentrasi pendengar dan pembacanya, cinta kasih yang ditimbulkan atau dikembangkannya, harmonisasi getaran suara yang dibacakannya, terakhir namun yang terpenting adalah potensi pendengarnya ( kamma masing-masing yang pernah dan sedang dipupuknya ); jadi tidak tergantung pada label agama / paham tertentu.
Bagaimana dengan menghidupkan orang mati ?
Kematian merupakan satu hal yang pelik, dan terkadang merupakan hal tabu untuk dibicarakan bagi kalangan tertentu. Karena pembatasan-pembatasan tertentu tersebut, penelaahan definisi dan kriteria kematian menjadi beragam sesuai dengan tingkat keterbukaan dan daya tinjau pembahasnya.
Secara kedokteran konvensional, kematian ditetapkan apabila denyut jantung, dan syaraf sudah tidak berfungsi total yang dapat ditunjukkan pada alat deteksi monitor denyut jantung / nadi yang secara notabene merupakan deteksi secara fisik.
Ditipitaka dijelaskan bahwa makhluk masih dikategorikan hidup apabila fisiknya masih terdapat jivita rupa yang merupakan unsur fisik kehidupan. Walaupun jantung dan nadi telah ditetapkan berhenti berdetak dan dianggap oleh orang awam atau kedokteran sebagai "mati" , namun selama jivita rupa masih ada, makhluk itu tidak dikatakan mati dalam konteks buddhist.
Seseorang yang telah terbujur dingin dan dikatakan mati, namun orang tertentu yang terlatih batinnya dapat mengetahui dengan jelas bahwa jivita rupa orang itu masih ada, maka orang piawai itu pun dapat mengkondisikan 'kehidupan' ( sadar kembali ) orang yang dikatakan mati tersebut. Jadi orang piawai itu tidak menghidupkan kembali orang yang telah mati, namun ia mengetahui bahwa orang itu belum mati, dan dia mengetahui cara mengkondisikan orang itu agar sadar dan semua materi tubuh lainnya berfungsi.
Kematian merupakan sifat alamiah bagi semua yang yamg berpadu / lahir. Tidak ada satupun yang lahir tidak mengalami kematian. Bahkan yang pra-anggap yang menhidupkan orang mati pada kasus tertentu pun tak luput dari kematian.