Nirwana, dari bahasa sansekerta: nivanajir - pali: nibbanna - tionghoa : nie4 pan2, secara harfiah: "kepunahan", adalah kulminasi pencarian umat buddha terhadap kebebasan.
Siddharta gaotama, sang buddha, menjelaskan buddhisme sebagai sebuah rakit yang, setelah mengapung di atas sungai, akan memperbolehkan sang penumpangnya untuk mencapai nirwana.
Dalam pengertian yang lebih dalam, nibbana adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan nibbana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, melainkan dengan menenangkannya.
Nibbana bukanlah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu ketiadaan atau kepunahan. Nibbana bukanlah suatu surga. Tidak ada kata yang cocok untuk menjelaskan nibbana ini. Nibbana dapat direalisasi dengan cara melenyapkan keserakahan ( lobha ), kebencian ( dosa ) dan kebodohan batin ( moha ).
Dalam kitab udana VIII:3 , nibbana dijelaskan oleh sang buddha sebagai berikut :
"Oh, bhikkhu, ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya kamma, berhentinya sankhara. Jika seandainya saja, oh bhikkhu, tidak ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya kamma, berhentinya sankhara; maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya kamma, berhentinya sankhara, maka ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan dan pemunculan dari sebab yang lalu".
Lebih lanjut dalam kitab milinda panha juga dijelaskan tentang nibbana melalui percakapan antara bhikkhu nagasena dan raja milinda sebagai berikut :
"Nibbana penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan oh raja. Barang siapa yang mengatur kehidupannya secara sempurna dengan memahami sifat kehidupan sesuai dengan ajaran para buddha, menyadari kehidupan melalui kebijaksanaan, sebagaimana seorang siswa yang dengan mengikuti petunjuk-petunjuk sang guru, menjadikan dirinya 'nakhoda' bagi kapalnya sendiri,...
"Apakah nibbana suatu tempat?" tanya raja milinda "nibbana bukanlah suatu tempat oh raja, tetapi nibbana ada sebagaimana api ada, meskipun api itu tidak disimpan di suatu tempat tertentu." "apakah ada tempat berpijak bagi seseorang untuk mencapai nibbana?" "ya raja, tempat itu adalah kebajikan".
Jadi dapat disimpulkan bahwa nibbana bukanlah suatu tempat atau alam kehidupan, melainkan keadaan yang terbebas dari semua kekotoran batin yang menjadi sebab penderitaan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kepedihan, ratapan dan keputus-asaan, yaitu keserakahan ( lobha ), kebencian ( dosa ) dan kebodohan batin ( moha ).
Nibbana dapat dicapai ketika masih hidup ( sa-upadisesa-nibbana ) dan ketika meninggal dunia ( an-upadisesa nibbana ). Ketika pangeran siddharta mencapai penerangan sempurna dan menjadi samma sambuddha, maka pada saat itu beliau mengalami sa-upadisesa nibbana. Ketika buddha gaotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di kusinara, maka beliau mencapai an-upadisesa nibbana atau parinibbana.
Cara untuk mencapai nibbana adalah dengan mempraktekkan sendiri jalan mulia berunsur delapan, yaitu :
1. Pengertian benar ( samma ditthi )
2. Pikiran benar ( samma sankappa )
3. Ucapan benar ( samma vaca )
4. Perbuatan benar ( samma kammanta )
5. Penghidupan benar / matapencaharian benar ( samma avija )
6. Usaha/ daya upaya benar ( samma vamaya )
7. Perhatian benar ( samma sati )
8. Konsentrasi/ meditasi benar ( samma samadhi ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar