Arti dari gambar paticcasamuppada
Pada pusat gambar tersebut terdapat lingkaran dengan tiga ekor binatang, yaitu :
√ seekor ayam : melambangkan keserakahan ( lobha ),
√ seekor ular : melambangkan kebencian ( dosa ),
√ seekor babi : melambangkan kegelapan batin ( moha ).
Makna dari gambar tersebut adalah keserakahan dan kebencian selalu muncul bersama-sama dengan kegelapan batin.
Ketiganya merupakan sebab akar buruk yang menyebabkan tumimbal lahir.
Makna dari jalan "putih" dan jalan "hitam"
Diselah luar dari pusat tersebut, terdapat jalan berwarna putih dan jalan berwarna hitam. Dijalan berwarna putih, orang-orang berjalan dengan benar didalam cara-cara latihan yang bermanfaat ( kusala kamma ), baik bhikkhu maupun upasaka-upasika. Sedangkan dijalan berwarna hitam, orang-orang telanjang ( symbol tidak tahu malu akibat berbuat jahat / ahirika dan tidak takut akibat perbuatan jahat / anottappa ) jatuh kebawah akibat perbuatan-perbuatan jahatnya ( akusala kamma ).
Dari jalan yang putih, dapat memasuki dua alam yang menyenangkan, namun dari jalan hitam jatuh ke dalam alam-alam menyedihkan. Selama ketiga akar ( dosa, lobha dan moha ) masih ada, maka semua makhluk akan selalu berputar-putar melalui jalan putih dan hitam.
Alam-alam menyenangkan
Alam-alam yang menyenangkan ditunjukkan pada gambar di sebelah atas didalam lingkaran. Alam atas sebelah kanan melambangkan alam surga. Pada gambaran ini, terdapat alam-alam para brahma bercahaya, alam istana para dewa yang cemerlang, alam istana para dewa yang meredup, disebelah bawahnya terdapat gambar asura dewa yang sedang berperang dengan para dewa.
Disebelah kiri alam dewa, digambarkan alam manusia. Ada rumah sakit ( palang merah ), ada gereja, ada sang buddha yang sedang membabarkan dhamma kepada lima orang petapa, ada dewa sedang mendengarkan khotbah ( disekitar pohon ), ada mesjid, ada tank baja untuk berperang dan sebagainya. Dari mulut sang buddha keluar dhamma yang berupa jalur teratai yang melintas mata rantai "jati" dan "jara-marana". Selama masa kehidupan, kita dapat memotong rantai untuk merealisasi nibbana melalui jalan ariya beruas delapan.
Alam para hantu ( peta )
Alam para hantu digambarkan disebelah kanan bawah. Ada hantu bermulut sebesar lubang jarum, ada hantu yang bergelimpangan kotoran, ada hantu yang kepanasan ( dalam gambar matahari sepotong ), ada hantu yang mengerubuti sesajian dimeja puja/ sembayang, ada hantu yang menggangu pelimpahan jasa, ada hantu yang semua makanan yang dimakannya berubah jadi api, dan berbagai jenis hantu.
Alam binatang
Alam binatang ada dibawah alam manusia. Ada sapi sedang meluku sawah, ada ikan ( ada orang memancing ), ada burung, ada pemburu sedang membidik burung, ada kambing dan pintu kandang, ada kapal selam, ada ikan besar memakan ikan kecil, ular dimakan burung dan sebagainya. Kehidupan binatang serba tidak tenang.
Alam neraka
Didasar lingkaran, digambarkan alam neraka. Ada makhluk yang menggelepar di sungai darah yang mendidih, ada yang tubuhnya tak kuasa dicabik-cabik binatang, tak terhindarkan tertusuk-tusuk batang pohon berduri, ada yang tersiram air panas dan sebagainya, yang semuanya mengalami sensasi sangat tidak menyenangkan yang tidak terhindarkan akibat kamma buruknya.
Makna dari rantai yang mengitari ke-31 alam kehidupan
Mengitari alam-alam tersebut diatas ( representasi dari ke-31 alam kehidupan ) adalah rantai sebab musabab yang saling bergantung ( paticcasamuppada ), dengan simbolisasi 12 mata rantai. Penjelasan dimulai dari mata rantai sebelah kanan mulut raksasa :
Mata rantai pertama : dengan gambar pria tua sedang bersandar pada tongkatnya, binggung menentukan arah. Ada tonggak-tonggak yang menghadang didepannya. Gambar ini melambangkan avijja ( kegelapan batin ).
Mata rantai kedua : dengan gambar pembuat periuk. Di sebelah belakangnya ada periuk yang sudah dibuat, ada yang masih utuh, ada yang besar, kecil, gendut, ada yang sudah pecah, sementara ia masih terus membuat periuk. Gambar tersebut melambangkan perbuatan-perbuatan lampau yang dilakukan ( sankhara ) yang baik maupun yang jelek, ada yang sudah berbuah ( pecah ), ada yang belum berbuah ( masih utuh ), dan tetap orang itu melakukan kamma terus-menerus ( membuat pot/ periuk ).
Mata rantai ketiga : dengan gambar seekor kera yang sedang melomcat dari dahan pohon yang sudah kering tanpa daun buah ke pohon yang masih lebat dan banyak buah. Gambar kera tersebut melambangkan kesadaran ( vinnana ), yaitu kesadaran melihat, mendengar, mencium bau, mengecap rasa kecapan, mengalami sentuhan, memikirkan, kesadaran tumimbal lahir yang merupakan penerus dari "kehidupan yang lampau" ( pohon kering ) ke "kehidupan yang baru" ( pohon yang masih hijau dan lebat buahnya ), sehingga terjadilah "makhluk-baru".
Mata rantai keempat : dengan gambar pemuda dan pemudi ( sepasang ) sedang duduk didalam perahu yang sama mendayung sampan bersama. Gambar tersebut melambangkan batin dan jasmani ( nama-rupa ) yang bersatu dalam berproses ( bekerja bersama sama ) terombang ambing ditengah-tengah lautan kehidupan.
Mata rantai kelima : dengan gambar rumah yang memiliki lima jendela dan satu pintu. Gambar tersebut melambangkan bahwa didalam batin dan jasmani ( rumah ) ini terdapat lima pintu indera dan satu pintu pikiran ( enam landasan indera / salayatna ).
Mata rantai keenam : dengan gambar sepasang muda-mudi sedang duduk dimalam hari dengan bulan sabitnya, tangan pemuda sedang kontak dengan pemudi. Gambar tersebut melambangkan kontak ( phassa ) antara enam landasan indera dengan obyek-obyeknya yang bersesuaian.
Mata rantai ketujuh : dengan gambar orang terjatuh karena kedua matanya terkena panah. Gambar tersebut melambangkan perasaan ( vedana ). Perasaan akan membutakan seseorang bila orang tersebut tidak memiliki pengendalian diri dan perhatian murni ( sati ).
Mata rantai kedelapan : dengan gambar malam hari dengan bulan sabitnya orang masih makan, minum-minuman keras. Gambar tersebut melambangkan nafsu ( tanha ) yang membuat seseorang lupa daratan, mabuk kepayang.
Mata rantai kesembilan : dengan gambar orang sedang memetik buah-buahan. Walaupun keranjang telah terisi penuh buah, namun ia tetap masih memetik sehingga ada banyak buah tercecer disekitar keranjang. Gambar tersebut melambangkan kemelekatan ( upadana ).
Mata rantai kesepuluh : dengan gambar seorang wanita hamil. Gambar tersebut melambangkan suatu proses terjadi ( bhava ) yang memiliki kekuatan untuk diteruskan didalam kelahiran selanjutnya dan menyebabkan penderitaan menjadi lebih panjang.
Mata rantai kesebelas : dengan gambar seorang wanita sedang melahirkan. Gambar tersebut melambangkan proses kelahiran kembali/ tumimbal lahir ( jati ).
Mata rantai keduabelas : dengan gambar seorang tua renta sedang berjalan dan seonggok mayat sedang terbujur kaku. Gambar tersebut melambangkan proses penuaan ( jara ) dan kematian ( marana ) yang menimpa setiap makhluk yang dilahirkan. Antara kelahiran dan kematian, selama masih ada avijja dan tanha maka selalu terjadi proses-proses kamma dan berlanjutlah proses paticcasamuppada ini.
Semua kehidupan kita merupakan proses dari dua belas mata rantai tersebut. Rantai melingkar itu dicengkram oleh raksasa "kala" / bathara "kala". ( waktu ), melambangkan ketidak-kekalan ( adanya batasan waktu ). Semua diputar oleh kaki dan tangan bathara 'kala' ( waktu ) tersebut.
Diatas kepala raksasa tersebut terdapat mahkota dengan lima buah tengkorak kepala, yang melambangkan bahwa makhluk-makhluk dalam samsara ini menggagungkan mahkota lima kelompok perpaduan ( pancakkhanda ) "diri" kita. Padahal, kelima kelompok perpaduan ( pancakhanda ) tersebut pada hakekatnya adalah tidak kekal ( anicca ), derita ( dukkha ) dan anatta ( tanpa-aku ).
Seluruh alam, rantai melingkar, dan raksasa itu dikelilingi oleh lidah api, yang panas. Api yang membakar melambangkan panasnya dosa ( kebencian / kemarahan ), lobha ( keserakahan akan keindriyaan ) dan moha ( kegelapan / kebodohan batin ).
Dibawah rantai tersebut, terdapat ekor raksasa yang panjang sekali, hingga tidak terlihat ujungnya. Hal ini melambangkan kelahiran dan kematian kita yang tidak dapat ditelusuri awal mulanya. Setiap pertanyaan tentang yang "awal" ( prima causal ) itu akan mengundang spekulasi yang tidak bermanfaat dalam upaya menghancurkan penyebab penderitaan.
Disisi sebelah kiri atas, ada gambar jalan dhamma yang telah dibabarkan dengan sempurna oleh sang buddha, dilambangkan dengan gambar teratai delapan (8) buah dimulai dari mulut beliau menuju as roda dharma yanf berjari-jari delapan (8) buah.
Delapan teratai dijalani oleh para bhikkhu dan para upasaka upasika. Delapan bunga teratai melambangkan "jalan ariya beruas delapan" ( ariya atthangika magga ), sedangkan jari-jari roda melambangkan kondisi dunia ( lokadhamma 8, yaitu untung-rugi, dicela-dipuji, terhormat-tidak terhormat, suka-duka ).
Diluar jari-jari terdapat empat (4) kali tiga (3) buah teratai, yang melambangkan empat kesunyataan mulia dalam tiga tahap perkembangan batin yang merealisasinya ( tiga tahap dua belas segi pandangan seperti dibahas dalam dhammaccakkappavattana sutta ), as roda dhamma sudah tidak berputar ( diam ), melambangkan nibbana. Jalur teratai itu keluar dari mulit sang buddha dialam manusia melintas mata rantai jati dan jara-marana.
Disisi kanan atas, terdapat buddha sedang menunjukkan nibbana yang berada ditepi seberang, beliau yang telah selamat, terbebas dari sakitnya pengembaraan dan memperingatkan kita yang masih jatuh bangun didasar jurang gelap yang membahayakan dan menghadapi kita dimanapun.
Melihat gambar tersebut, bisa kita pahami, bahwa semua makhluk yang belum "terbebas" , akan berputar-putar dalam arus samsara, selalu bertumimbal lahir; bisa di alam neraka, alam para hantu/ setan, alam binatang, alam para jin; atau jika karma baiknya mencukupi, bisa terlahir di alam manusia, alam-alam surga kanmadhatu, alam rupa brahma hingga arupa brahma. Hanya jika kita telah "terbebas" , maka kita tidak akan terlahir lagi di ke-31 alam kehidupan tersebut, yaitu saat merealisasi "nibbana", yang pada gambar tersebut digambarkan dengan "as" roda dhamma yang sudah tidak berputar ( diam ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar