Rabu, 02 Desember 2015

VEGETARIAN – DHARMA CINTA KASIH DAN KASIH SAYANG

Vegetarian – Dharma Cinta Kasih dan Kasih Sayang
Berikut adalah Kutipan Bab 13, buku tulisan Sutradharma Tj. Sudarman, MBA dalam bukunya yang berjudul Tiga Guru Satu Ajaran – Kehidupan dan Ajaran Kebenaran Siddharta Gautama, Confucius, dan Lau Zi.

VEGETARIAN – DHARMA CINTA KASIH DAN KASIH SAYANG

Manusia merupakan pancaran semangat Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang dapat menuntunnya mencapai Pencerahan dalam kehidupannya saat ini. Ajaran Sang Buddha yang memiliki kekuatan revolusioner selalu mengarahkan perdamaian dunia dan kebahagiaan semua makhluk di dunia dengan semboyan suci yaitu Cinta Kasih [Maitri/Metta] dan Kasih Sayang [Karuna].
Sang Buddha bersabda, “Aku memiliki Cinta Kasih kepada makhluk-makhluk tanpa kaki, kepada yang berkaki duapun Aku memiliki Cinta Kasih. Aku Memiliki Cinta Kasih kepada makhluk-makhluk berkaki empat, kepada yang berkaki banyakpun Aku memiliki Cinta Kasih.” (Anguttara Nikaya, II, 72).
“ Bila seseorang memiliki pikiran Cinta Kasih, ia merasa kasihan kepada semua makhluk di dunia, yang ada di atas, di bawah dan di sekelilingnya, tak terbatas di manapun.” (Jataka, 37)
Kemajuan batin akan dapat kita kembangkan apabila kita senantiasa diliputi pikiran yang penuh Cinta Kasih serta bersikap penuh Kasih Sayang.
“Kembangkanlah pikiran yang penuh Cinta Kasih; bersikaplah penuh Kasih Sayang dan terlatih dalam sila. Bangkitkan semangatmu, bersikaplah teguh, senantiasa mantap dalam membuat kemajuan” (Theragatha, 979)
Apakah Perlu Vegetarian?
Apakah seorang Buddhis dalam menjalankan sila-sila khususnya sila tidak melakukan pembunuhan [pranatipata vairamanya/panatipata veramani], sebaiknya juga menjadi seorang vegetarian yaitu tidak memakan makhluk bernyawa? Bagaimanakah caranya agar dapat menghindari larangan perdagangan makhluk hidup [sattva vanijya/satta vanijja], dan perdagangan daging binatang [mamsa vanijya/mamsa vanijja]?
Pertanyaan tersebut masih sering merupakan suatu hal yang kontroversial dalam berbagai aliran Buddhisme. Dari sejarah kemunculan ajaran Sang Buddha pada masa kerajaan kebudayaan Hindu di India, maka dapat dimaklumi bahwa para umat Hindu adalah vegetarian yang taat karena konsep ahimsa dan reinkarnasi yang dianut, dimana apa yang dimakan juga akan menciptakan karma baru, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada jamannya Buddha Gautama, tentunya kehidupan masyarakat pada saat itu juga sebagian besar merupakan vegetarian. Manu, penyusun kitab Hindu pertama menulis,”Daging, tidak bisa didapatkan tanpa menyakiti makhluk hidup lain, dan apabila seseorang menyakiti makhluk yang memiliki kesadaran maka orang itu tidak bisa mendapatkan kebahagiaan surgawi. Karena itu biarlah semua tidak makan daging.”
Beberapa aliran Buddhisme tidak berpendapat bahwa apa yang dimakan merupakan syarat mutlak untuk mencapai Pencerahan, dimana yang lebih dipentingkan adalah pikiran, ucapan dan perbuatan. Para bhikkhu dalam Buddhisme Theravada (khususnya di negara-negara Thailand, Myanmar, Sri Lanka, Kamboja, Laos) melakukan permintaan dana makanan dari rumah ke rumah [pindapatta] memakan apa saja yang diberikan, dan lebih mementingkan menahan keinginan makan dengan makan hanya satu kali sehari sebelum lewat jam siang. Namun perlu juga kita sadari, bahwa umat awam yang mengenal baik cara berdana apalagi kepada anggota Sangha, tentunya akan menghindari memberikan dana dari hasil penyiksaan ataupun pembunuhan makhluk hidup [savajja dana] karena jenis dana seperti ini tidaklah akan menghasilkan pahala yang baik malah sebaliknya, kalaupun berbuah akan menyebabkan malapetaka bagi si pemberi dana.
Demikian juga terdapat argumentasi bahwa makanan terakhir yang dipersembahkan oleh Cunda, si pandai besi, adalah makanan istimewa yang bernama sukaramaddava yang berarti ‘kaki babi’, sehingga disimpulkan bahwa Buddha Gautama memakan kaki babi yang empuk. Padahal kita tahu juga banyak sekali nama makanan ataupun tumbuhan yang menyerupai nama binatang karena ciri-cirinya, seperti jambu monyet, lidah buaya, kumis kucing, jamur kuping, daun kaki kuda, rumput lidah lembu, longgan (mata naga), dsb. Literatur yang ada memperlihatkan bahwa sukaramaddava adalah sejenis jamur yang empuk dan sangat sulit ditemukan karena tumbuhnya tersembunyi di hutan belantara, dan diketahui babi hutan sangat menyenangi jamur tersebut dimana biasanya dengan gampang dapat ditemukannya dengan cara dikais keluar menggunakan kakinya, sehingga dinamakan ‘jamur kaki babi’.
Berbagai catatan di kitab suci haruslah kita hayati secara intuitif untuk sampai kepada pendapat apakah benar vegetarian itu perlu dikembangkan dalam latihan spiritual kita. Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa vegetarian itu adalah tawaran dari Devadatta, saudara sepupu Buddha Gautama yang terkenal ambisius dan jahat tersebut. Dalam cerita Devadatta sendiri dapat kita maklumi bahwa Devadatta dengan kelicikannya mencoba mengadu-domba Sangha dengan mengajukan lima aturan kepada Sang Buddha agar dapat diterapkan (jadi bukan hanya ketentuan vegetarian saja), dimana membuat posisi Sang Buddha sulit utk memutuskannya. Diantara kelima aturan yang diajukan oleh Devadatta, sebenarnya terdapat dua ketentuan yang memang mudah dilakukan oleh bhikkhu saat itu seperti hidup dari dana yang diterima dan tidak boleh memakan ikan atau daging (vegetarian), dan kemungkinan besar telah dijalankan. Namun tiga ketentuan lainnya agak sulit utk diputuskan oleh Sang Buddha, yaitu bhikkhu selamanya harus hidup di hutan; mengenakan jubah dari bekas sampah dan kuburan; dan hidup di kaki pohon. Devadatta yakin bahwa apabila Sang Buddha menolak permintaannya, maka akan banyak bhikkhu yang mendukung dia serta menyatakan bahwa Sang Buddha tidak berwelas asih (menolak vegetarian) dan senang hidup dalam kemewahan (tidak terbatas dari kehidupan dana yg diterima saja). Sedangkan apabila Sang Buddha menerima aturan yg diajukan tsb, maka berarti Sang Buddha menerapkan pola kehidupan menyiksa diri (tinggal di hutan, memakai pakaian bekas dari sampah dan kuburan, dan hidup di kaki pohon). Namun Sang Buddha yang penuh kebijaksanaan, mengatakan kepada para bhikkhu tanpa secara tegas menolak ataupun menerima aturan-aturan tersebut.
Pendapat yang mengatakan bahwa apabila kita tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak mengetahui bahwa daging binatang yang kita makan itu telah disembelih untuk kita makan, adalah merupakan suatu pendapat yang sangat tidak beralasan. Coba kita bayangkan apabila ada seseorang tiba-tiba mati dan tentunya sanak keluarganya akan menanyakan kenapa orang tersebut mati sehingga akan dilakukan visum untuk mengetahui kematiannya tersebut. Tentunya lain kalau kita sedang memakan daging, jelas sekali kita ataupun orang lain tidak perlu menanyakan darimana daging ini berasal, karena secara logika umum sudah jelas daging tersebut berasal dari hasil penyembelihan hewan yang masih hidup sebelumnya. Sehingga semua orang juga maklum bahwa terdapat satu makhluk hidup yang telah dibunuh beberapa waktu yang lalu, dan jelas sekali disadari oleh mereka bahwa makhluk hidup tersebut pasti menjerit, meronta, dan menangis pada saat mengetahui ajalnya sudah akan berakhir.
Buddhisme Tantrayana yang berkembang di Tibet dengan keadaan alam di sana tidak menekankan kepada para bhikkhunya untuk melakukan vegetarian secara mutlak. Tetapi apabila para bhikkhu Tantrayana melakukan perjalanan keluar dari Tibet, dimana apabila tersedia makanan vegetarian, maka para bhikkhu tersebut diharuskan melakukan vegetarian. Diceritakan juga bahwa Marpa dan murid utamanya Milarepa merupakan tokoh yang cukup dikenal dalam sejarah Buddhisme Tibet juga senang makan daging. Namun hal tersebut tidak didukung oleh bukti yang cukup. Dalai Lama ke-14, Y.M. Tenzin Gyatso adalah seorang vegetarian yang taat. Mungkin kita juga perlu merenungkan apa yang dikatakan oleh Jamgon Khungtrul Rinpoche,”Jangan dengan sengaja mengambil kehidupan (membunuh) makhluk hidup apapun, walaupun itu adalah seekor semut; karena untuk hal yang menyangkut kehidupan, tidak ada istilah ‘besar’ atau ‘kecil’.” Sehingga sering para bhikkhu Tibet dalam membangun rumah ataupun mencangkul tanah, terlihat lebih banyak menyita waktu untuk memindahkan terlebih dahulu cacing-cacing ke tempat yang aman sebelum melakukan pekerjaannya tersebut.
Buddhisme Mahayana dengan Bodhisattva silanya mengharuskan para bhikshu/ni untuk melakukan vegetarian demikian juga pesan-pesan yang disampaikan kepada umatnya. Buddhisme Mahayana yang memuja Avolakitesvara Bodhisattva [Quan Yin Phu Sat] sebagai Bodhisattva yang penuh Kasih Sayang, menyakini bahwa dengan tidak memakan makanan bernyawa secara tidak langsung juga mencegah pembunuhan makhluk bernyawa sehingga akan dapat menimbulkan sifat Kasih Sayang dan Cinta Kasih sebagaimana prinsip-prinsip pokok ajaran Sang Buddha.
Hal ini juga tersebut dalam Lankavatara Sutra “ Dengan kekhawatiran akan timbulnya kelaliman atas makhluk hidup, sepatutnya Bodhisattva dalam berlatih diri untuk mencapai Kasih Sayang berpantang makanan daging.”
Demikian juga dalam Brahmajala Sutra terdapat sabda berikut, “Siswa Sang Buddha tidak boleh dengan sengaja makan daging makhluk hidup, karena kalau ia berbuat demikian, maka ia menghancurkan benih-benih Maha Kasih Sayang dan Sifat Kebuddhaan. Ia menyebabkan orang-orang yang bertemu padanya menghindarinya. Karenanya semua Bodhisattva harus pantang makan daging makhluk apapun, sebab makanan hewani merupakan sumber dosa-dosa yang tak terhingga.”
Sang Buddha Menyadarkan Nelayan
Suatu ketika, ada seorang nelayan yang tinggal di dekat gerbang utara kota Savatthi. Suatu hari, melalui kemampuan batin luar biasa, Sang Buddha melihat bahwa telah tiba saatnya bagi nelayan itu untuk mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Maka dalam perjalanan pulang dari berpindapatta, Sang Buddha bersama dengan para bhikkhu, berhenti di dekat tempat dimana Ariya sedang menangkap ikan. Ketika nelayan itu melihat Sang Buddha, dia melemparkan alat penangkap ikannya kemudian datang dan berdiri di dekat Sang Buddha. Sang Buddha mulai menanyakan nama-nama para bhikkhu di hadapan si nelayan, dan akhirnya, Beliau menanyakan nama nelayan itu.
Ketika si nelayan menjawab bahwa namanya adalah Ariya, Sang Buddha berkata bahwa para orang mulia (Ariya) tidak melukai makhluk hidup apapun, tetapi karena si nelayan membunuh ikan-ikan maka dia tidak layak menyandang nama Ariya.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut (Dhammapada, 270), “Seseorang tidak dapat disebut Ariya (orang mulia) apabila masih menyiksa makhluk hidup. Dia yang tidak lagi menyiksa makhluk-makhluk hiduplah yang dapat dikatakan mulia.
Nelayan Ariya mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khobah Dharma Sang Buddha berakhir.
Manfaat Vegetarian
Banyak orang yang tersaru dengan kata vegetarian yang dikira berasal dari kata vegetable (sayur-sayuran). Sebenarnya vegetarian itu berasal dari bahasa latin ‘vegetus‘ yang berarti ‘aktif’, ‘yang hidup’, ‘teguh’, ‘bergairah’, dan ‘kuat’. Di Inggris kata Veget ini sempat dipakai untuk mengatakan seseorang yang kuat dan sehat.
Menurut penemuan Victor Stephan Sussman dalam bukunya ‘The Vegetarian Alternative‘ , USA: Rodale Press Emmaus, 1978, bahwa orang-orang Inggris dan Amerika sudah memulai vegetarian sejak tahun 1840 dengan prakarsa oleh Pendeta Sylvester Graham (penemu roti Graham crackers), Ellen White (salah seorang pendiri gereja ‘Advent Hari Ke-7), dan John H.Kellog (ahli bedah dan pendiri Sanatorium Battle Creek). Di India dan Tiongkok, vegetarianisme sudah ada jauh sebelum masehi. Para pengikut Sekte Jaisme yang merupakan aliran Hinduisme tertua di India , adalah vegetaris, dimana bertujuan untuk menghormati dan menaruh kasih sayang kepada semua makhluk hidup. Mereka mempunyai disiplin ajaran yang kuat, dilarang membunuh makhluk apapun, tetapi mereka meminum susu dan produk yang terbuat dari susu. Para penganut agama Masehi Advent Hari Ketujuh, juga vegetaris, tidak meminum alkohol, merokok ataupun makan atau minuman yang merangsang, Mereka berpendapat bahwa tubuh manusia adalah rumah Tuhan [A Temple of God] sehingga janganlah menjadikan tubuh manusia ini sebagai kuburan hewan. Demikian juga beberapa ajaran mistik kuno Yunani dan para pengikut Pythagoreanisme, Manichaeanisme, dan Sikhisme yang sangat menekankan vegetarian karena konsep reinkarnasi dan hukum karma yang dianut ajaran tersebut. Kaum Essenes yang dikenal sebagai kaum spiritual ‘orang suci berjubah putih’, ataupun ‘putra cahaya’, hidup di Qumran, sekitar Laut Mati, Jerusalem , yang hidup pada eranya Yesus Kristus, juga menganut doktrin hukum Karma, sehingga terkenal sebagai vegetaris yang taat.
Terlepas dari itu semua, bahwa sesuai dengan hasil survey yang pernah dilakukan, diketahui dalam tubuh seorang atlit yang vegetarian lebih baik daya tahannya daripada yang non-vegetarian. Hal ini juga dibuktikan oleh Carl Lewis, seorang vegetarian yang terkenal sebagai juara lari kelas dunia. Demikian juga ditinjau dari sudut kesehatan, dimana makanan daging mengandung lemak jenuh berkolesterol tinggi serta berita-berita mengenai hewan-hewan tertentu yang terjangkit virus yang membahayakan manusia, seperti kasus virus sapi gila [madcow disease] di Eropa (tahun 1997) kasus virus flu unggas yang menyerang ayam dan bebek di Hong Kong (1998). Demikian juga dengan kasus virus babi Jepang [Japanese encephalitis virus] yang melanda Malaysia sebagai negara penghasil ternak babi terbesar di dunia (tahun 1999), telah mengubah selera makan kebanyakan orang Amerika, Eropa dan Asia menjadi vegetarian atau mengurangi konsumsi daging dalam menu harian mereka. Di Indonesia, pada sekitar bulan Mei 1999, diberitakan bahwa residu obat antibiotik (penisilin, makrolida dan tentrasiklin) dan pestisida di dalam hewan peliharaan sangatlah mengkhawatirkan. Hal ini sesuai dengan hasil riset dari Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (PPMSOH), dimana residu yang terdapat pada hewan peliharaan tersebut apabila dikomsumsi sebagai daging dalam menu harian , maka dapat berdampak kanker hati , gagal ginjal, kebutaan, meningitis dan gangguan hoemapoetik (akibat timah hitam). Selain itu juga dapat berdampak pada kekebalan tubuh terhadap antibiotik yang kemungkinan bisa juga menyebabkan mutasi (genetik) kuman (‘Suara Pembaharuan‘ tanggal 1 Mei 1999). Terakhir kasus dioksin yang menggoyangkan kembali daratan Eropa, dimana menurut penelitian terdapat hampir seluruh produk makanan yang berasal dari hewani tercemar dioksin, suatu kelompok 75 senyawa kimia yang berasal dari resin mengandung dioksin khlorin yang kebanyakan terdapat dalam bahan-bahan plastik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan salah satu jenis dioksin, yaitu tetrachlorodibenzo-p-dioxin, sebagai karsinogenik kelas satu, atau penyebab kanker buatan manusia yang paling berbahaya dan beracun. Sehingga pemerintah Belgia, Belanda, Perancis, dan kebanyakan negara-negara lainnya di dunia (termasuk di Indonesia) mengumumkan untuk menarik semua produk-produk asal hewani yang diproduksi dari Belgia (‘Kompas’, tanggal 17 Juni 1999).
Ada kekhawatiran juga bahwa dengan makanan vegatarian yang terdiri dari sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, umbi-umbian, jamur, kacang-kacangan dan lain sebagainya , tidaklah cukup untuk menghasilkan protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk dapat hidup secara sehat. Tempe dan tahu yang dibuat dari kacang kedelai telah diteliti mengandung sumber protein yang sangat baik untuk tubuh manusia selain dapat mencegah kanker payudara. Demikian juga kacang-kacangan lainnya seperti kacang panjang, diketahui sangat bermanfaat untuk para penderita kencing manis. Sudah banyak hasil penelitian yang mengklasifikasikan protein tumbuh-tumbuhan lebih besar kandungannya dari protein hewani. Sehingga tidak terdapat alasan yang cukup untuk kita harus menghindari memakan makanan non-hewani karena takut tidak terpenuhi kebutuhan protein. Tidaklah mengherankan apabila sekarang kita dapat menjumpai adanya rumah-sakit yang menyediakan makanan khusus vegetarian bagi pasiennya. Demikian juga terdapat banyak sekali dokter yang selalu menyarankan pasiennya untuk mengurangi makanan daging dengan memakan lebih banyak sayuran dan buah-buahan.
Memang sangat sulit untuk kita yang sudah terbiasa mengkonsumsi daging dalam menu kita agar dapat menjadi seorang vegetarian. Urusan menikmati makanan enak merupakan kesenangan duniawi yang mendapatkan tempat di urutan kedua setelah kenikmatan seksualitas. Makanan daging yang memang lebih enak dibandingkan dengan makanan non-hewani, sering mengarahkan seorang pemangsa daging ini mencoba berbagai variasi daging yang tidak pada umumnya, seperti kodok, burung dara, ular, biawak, tikus muda, buaya, monyet, penyu, harimau, cecak, kecoa, jangkrik, dan sebagainya. Daging-daging demikian sering dimakan bersama arak tertentu dimana, dengan tanpa didukung oleh suatu bukti penyelidikan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, diklaim mampu membangkitkan sifat kejantanan seorang lelaki ataupun menambah keberanian seseorang. Sehingga hal ini sering dijadikan alasan oleh para kaum pendukung makanan hewani dengan mengaburkan pandangan kemajuan batin seseorang yang dapat dikaitkan dari diet makanan non-hewani. Berbagai argumentasi berusaha diciptakan dari peninggalan kitab-kitab suci hanya semata-mata untuk mempertahankan pendapat tersebut. Dimana tanpa mereka sadari, hal tersebut telah mengukung pendapat yang dibuatnya, sehingga akhirnya pembunuhan berbagai makhluk hidup terus berlangsung setiap saat hanya semata-mata untuk kepuasan para pemakan daging.
Walaupun demikian, terdapat juga banyak pendapat yang setelah menapaki jalur spiritual murni, menyadari bahwa kebiasaan memakan daging dan meminum arak sangatlah tidak baik untuk kemajuan batin seseorang. Khususnya para pendukung ajaran yang mempercayai hukum karma dan kelahiran kembali, mempercayai akan menerima akibat dari perbuatan memakan daging. Demikian juga para pendukung curahan sifat Kasih yang murni terhadap seluruh makhluk hidup sebagai suatu eksistensi yang mempunyai hak hidup di alam semesta ini dengan alasan bagaimana mereka mampu bertemu Yang Maha Pengasih apabila mereka memangsa ciptaanNya juga. Walaupun tumbuh-tumbuhan juga memiliki unsur kehidupan, namun dalam memilih makanan, para pendukung vegetarian tersebut senantiasa berusaha memakan makanan yang berasal dari kesadaran yang paling rendah dimana hanya menyebabkan penderitaan yang sedikit sekali seperti tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan jelas sekali tidak memiliki kaki, tangan, sisik, ekor, darah ataupun alat pencernaan. Apabila kita memotong sebatang kangkung , maka kangkung tersebut masih akan dapat tumbuh lagi menjadi dua tiga cabang yang tentunya tidak bisa dilakukan dengan apabila kita memenggal kepala seekor sapi. Beberapa rekan yang telah berhasil menjalani kehidupan vegetarian memberikan tenggang waktu 2 minggu bahkan sampai 2 bulan untuk melihat berhasil tidaknya seseorang menjadi vegetarian. Mereka pada umumnya memberikan pendapat yang sangat positif sesudah menjalani kehidupan vegetarian seperti kesehatan yang stabil, kesabaran, konsentrasi dalam meditasi, dan sebagainya
Secara biologi, dapat kita ketahui bahwa usus manusia bukanlah diciptakan untuk mengkonsumsi daging [carnivora] karena usus manusia sangatlah panjang sehingga dikhawatirkan apabila mengkonsumsi daging akan menimbulkan penimbunan yang terlalu lama di usus [colon] sehingga mengalami pembusukan yang dapat menyebabkan kanker usus. Demikian juga, kita tidak perlu harus memperlakukan perut kita itu sebagai tempat pembakaran bangkai binatang [crematorium].
Terdapat hasil survey yang telah dilakukan, bahwa apabila suatu masyarakat dalam suatu negara tertentu menggantikan pola kehidupan peternakan dengan pertanian, maka terdapat curva efisiensi ekonomi yang cenderung sangat menguntungkan dari sisi pendapatan dan lingkungan hidup.
Berbagai Pola Vegetarian
Kebiasaan makan daging sebenarnya telah terbentuk sejak kecil, sehingga memang tidak gampang untuk dapat mengganti begitu saja pola makan daging yang telah terbentuk tersebut.
Dalam penerapan pola vegetarian, terdapat beberapa alternative yang sebenarnya dapat juga merupakan suatu tahapan dalam mewujudkan latihan vegetarian dari pemula kemudian menjadi vegetarian murni [vegan] , yaitu:
Vegetarian hari tertentu [semi vegetarian], dimana seseorang itu hanya mengkonsumsi daging pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat pesta atau tidak mengkonsumsi daging pada hari-hari tertentu, misalnya pada tanggal lunar 1 dan 15.

(I) Vegetarian dengan pantangan daging tertentu [partial vegetarian], dimana tidak memakan daging tertentu misalnya daging merah yang berasal dari hewan mamalia seperti lembu, kambing, dan babi.

(II) Vegetarian dengan pantangan semua daging termasuk seafood tetapi boleh telur dan susu beserta hasil produknya [lacto ovo vegetarian / lactovarian].

(III) Vegetarian dengan pantangan semua daging dan telur tetapi boleh susu dan hasil produk susu [lacto vegetarian / lactarian]

(IV) Vegetarian murni dgn tidak memakan, meminum ataupun memakai semua produk dari makhluk hidup [strict vegetarian/total vegetarian/vegan]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar