Minggu, 14 Juni 2015

Ajaran Zen Bodhidharma

Garis Besar Praktik Zen, oleh Bodhidharma.

Banyak jalur menuntun ke Sang Jalan, namun pada dasarnya hanya ada dua : kebijaksanaan dan praktik.

Memasuki melalui kebijaksanaan berarti mencapai intisari melalui petunjuk dan meyakini semua makhluk hidup memiliki hakikat sejati yang sama, yang tidak terlihat karena tertutup oleh sensasi dan delusi. Mereka beralih ke realitas; yang bermeditasi menghadap tembok; hilangnya diri dan orang lain; antara awam dan yang bijak apa dasarnya sama; dan siapa yang tetap tidak tergerakkan bahkan oleh naskah-naskah suci, berada dalam kondisi sejalan yang hening dan sempurna dengan kebijaksanaan. Tanpa gerak, tanpa usaha, mereka memasuki (jalan) melalui kebijaksanaan.

Memasuki melalui praktik menunjuk pada empat praktik yang meliputi: menderita ketidakadilan, beradaptasi dengan kondisi, tidak mencari apapun, dan mempraktikkan dharma.

Pertama, menderita ketidakadilan. Ketika mereka yang mencari Sang Jalan menghadapi kesulitan, mereka seharusnya berpikir pada diri mereka, "Untuk berabad-abad lampau yang tak terhitung, saya beralih dari hal yang esensial ke hal yang remeh dan berkelana melalui semua bentuk eksistensi, seringkali marah tanpa sebab dan bersalah atas kejahatan tak terkira. Sekarang, meskipun saya tidak melakukan suatu kesalahan, saya dihukum oleh masa laluku. Tidak para dewa maupun manusia bisa menduga saat perbuatan jahat akan menanggung akibatnya. Saya menerimanya dengan hati yang terbuka dan tanpa mengeluh ketidakadilan." Sutra-sutra berkata,"Ketika kamu menjumpai kesulitan janganlah marah karena sudah sewajarnya." Dengan pemahaman demikian kamu akan selaras dengan kebijaksanaan. Dan dengan menderita ketidakadilan engkau akan memasuki Sang Jalan.

Kedua, beradaptasi dengan kondisi-kondisi. Sebagai makhluk tidak kekal, kita dikuasai oleh kondisi-kondisi, tidak oleh diri kita sendiri. Semua penderitaan dan kebahagiaan yang kita alami bergantung pada kondisi-kondisi. Jika kita diberkahi oleh beberapa imbalan besar, seperti ketenaran atau keberuntungan, ini hanyalah buah dari benih yang ditanam oleh kita di masa lampau. Ketika kondisi berubah, ia berakhir. Mengapa harus terlampau bahagia dengan keadaan ini? Namun sementara kesuksesan dan kegagalan bergantung pada kondisi-kondisi, pikiran tidak bertambah bahagia ataupun berkurang. Mereka yang tetap tak-tergerakkan oleh angin kebahagiaan dengan senyap mengikuti Sang Jalan.

Ketiga, tidak mencari apapun. Manusia di dunia ini tersesat. Mereka selalu menginginkan sesuatu-selalu, dalam satu kata, mencari. Namun yang bijak tersadar. Mereka memilih kebijaksanaan dibanding kebiasaan. Mereka menyesuaikan pikiran mereka dengan yang sublim dan membiarkan tubuh mereka berubah dengan berlalunya musim-musim. Semua fenomena adalah kosong. Tubuh tidak berisi sesuatu yang layak diinginkan. Bencana selamanya datang silih berganti dengan kemakmuran! Berhuni di dalam tiga alam adalah berdiam di dalam rumah yang terbakar. Memiliki tubuh adalah derita. Adakah yang masih memiliki tubuh mengenal damai? Mereka yang memahami hal ini melepaskan diri mereka dari semua keberadaan dan berhenti membayangkan atau mencari sesuatu. Sutra-sutra berkata, "Mencari adalah penderitaan. Tidak mencari apapun adalah kebahagiaan." Ketika kamu tidak mencari apapun, kamu sedang berada di Sang Jalan.

Keempat, mempraktikkan Dharma. Dharma adalah kebenaran bahwa seluruh sifat asali adalah murni. Dari kebenaran ini, semua penampilan adalah kosong. Kekotoran dan kemelekatan, subyek dan obyek tidak eksis. Sutra-sutra berkata, "Dharma tidak meliputi makhluk hidup karena ia bebas dari ketidakmurnian makhluk hidup, dan Dharma tidak meliputi diri karena ia bebas dari ketidakmurnian diri." Mereka yang cukup bijak meyakini dan memahami bahwa kebenaran ini dibutuhkan untuk praktik sesuai Dharma. Dan saat apa yang nyata tidak terdapat sesuatu yang layak untuk disesalkan, mereka menyerahkan tubuh, hidup dan harta benda mereka sebagai amal ( dana ), tanpa menyesal, tanpa kesombongan pemberi, pemberian atau penerima, dan tanpa bias atau kemelekatan. Dan untuk menghilangkan ketidakmurnian mereka mengajar orang lain, namun tanpa menjadi melekat pada wujud. Dengan demikian, melalui praktik mereka sendiri mereka mampu menolong orang lain dan mengikuti Jalan Pencerahan. Dan bersama dengan berdana, mereka juga mempraktikkan kebajikan ( paramita ) lainnya. Namun sementara mempraktikkan enam kebajikan ( paramita ) untuk menghilangkan delusi, mereka tidak mempraktikkan apapun. Ini apa yang dimaksud sebagai mempraktikkan dharma.

Khotbah Aliran Darah

Segala sesuatu hadir di dalam tiga alam berasal dari pikiran. Oleh sebab itu para Buddha di masa lampau dan masa depan mengajarkan dari pikiran ke pikiran tanpa mengkhawatirkan tentang definisi. Tapi jika mereka tidak menjabarkannya, apa yang mereka maksud sebagai pikiran? Tanyamu. Itu adalah pikiranku. Jika saya tidak memiliki pikiran bagaimana saya bisa menjawab? Jika kamu tidak mempunyai pikiran bagaimana bisa kamu bertanya? Yang sedang bertanya adalah pikiranmu. Melalui berkalpa-kalpa tanpa akhir tanpa permulaan, apapun yang kamu lakukan, di manapun kamu berada, itulah pikiran sejatimu, itulah buddha sejatimu. "Pikiran ini adalah buddha" kata pendapat serupa. Di luar pikiran kamu tidak akan pernah menemukan Buddha lainnya. Mencari pencerahan atau nirvana di luar pikiran adalah hal yang tidak mungkin. Realitas hakikat-sejati-diri, hilangnya sebab dan akibat, adalah apa yang dimaksud sebagai pikiran. Pikiranmu adalah nirvana. Kamu mungkin mengira bahwa kamu bisa menemukan Buddha atau pencerahan di suatu tempat di luar pikiran, namun tempat demikian tidak ada.

Mencoba untuk menemukan Buddha atau pencerahan seperti mencoba menangkap ruang. Ruang memiliki nama namun tidak berbentuk. Ia bukanlah sesuatu yang bisa kamu ambil atau letakkan. Dan kamu pasti tidak bisa menangkapnya. Kamu tidak akan mengenal pikiran sejatimu selama kamu masih menipu dirimu sendiri. Selama kamu masih terpikat oleh wujud mati, kamu belum bebas.

Mencari seorang Buddha, kamu harus melihat hakikat-sejati dirimu. Siapapun yang melihat hakikat-sejatinya adalah seorang Buddha. Memohon pada para Buddha menghasilkan karma baik, melafalkan sutra-sutra menghasilkan ingatan yang baik; menjaga sila-sila menghasilkan kelahiran yang lebih baik, dan memberikan persembahan menghasilkan berkah di masa depan-tetapi tidak ada Buddha. Jika kamu tidak memahaminya sendiri, kamu harus menemukan seorang guru untuk memahami hingga akhir dari kelahiran dan kematian. Namun jika ia tidak melihat hakikat-sejati dirinya, orang demikian bukanlah seorang guru. Dewasa ini yang melafalkan sedikit dari sutra atau sastra dan mengiranya sebagai Dharma adalah bodoh. Jika kamu belum melihat pikiranmu, melafalkan demikian banyak prosa adalah tidak bermanfaat.

Untuk menemukan Buddha kamu hanya perlu melihat hakikat-sejatimu diri. Dan Buddha adalah orang yang bebas: bebas dari perencanaan, bebas dari kekhawatiran. Jika kamu belum melihat hakikat-sejati dirimu dan berkeliling ke mana-mana sepanjang hari untuk mencari di suatu tempat lain, kamu tidak akan menemukan buddha. Kebenarannya adalah tidak ada sesuatu yang perlu dicari. Namun untuk mencapai pemahaman demikian kamu membutuhkan seorang guru dan kamu butuh berjuang demi membuat dirimu memahaminya. Kehidupan dan kematian adalah penting. Jangan menderita karenanya dengan sia-sia.

Tidak ada keuntungan dari menipu diri sendiri. Bahkan jika kamu memiliki gunung permata dan sebanyak mungkin pelayan sebanyak butiran pasir sepanjang Sungai Ganga, kamu melihat mereka ketika matamu terbuka. Namun bagaimana ketika matamu tertutup? Kamu seharusnya menyadari karena itu bahwa semua yang kamu lihat seperti sebuah mimpi atau ilusi.

Jika kamu mencapai semuanya, ini bersifat kondisional, ini adalah karma. Hasilnya adalah balasan setimpal. Kondisi ini kembali ke siklus. Dan selama kamu menjadi sasaran dari kelahiran dan kematian, kamu tidak akan mencapai pencerahan. Untuk mencapai pencerahan kamu harus melihat hakikat-sejati diri. Jika kamu belum melihat hakikat-sejati dirimu, semua perbincangan tentang sebab dan akibat ini adalah omong kosong. Para Buddha tidak mempraktikkan omong kosong. Seorang Buddha bebas dari karma, bebas dari sebab dan akibat. Seorang Buddha tidak bias prasangka.

Kamu harus melihat hakikat-sejati diri sebelum kamu bisa mengakhiri pemikiran rasional. Mencapai pencerahan tanpa melihat hakikat-sejati diri adalah tidak mungkin.

Namun seandainya setiap gerakan atau kondisi, kapanpun ia berlangsung, adalah pikiran, mengapa kita tidak melihat pikiran saat tubuh seseorang mati?

Pikiran selalu hadir. Kamu hanya tidak melihatnya.

Namun seandainya pikiran hadir, mengapa kita tidak melihatnya?

Apakah kamu pernah mimpi?

Tentu.

Ketika kamu bermimpi, dirimukah itu?

Ya.

Dan apakah yang kamu lakukan dan katakan berbeda dari dirimu?

Tidak.

Dan pikiran ini, melalui berkalpa-kalpa tanpa akhir tanpa permulaan, tidak pernah berubah. Ia tidak pernah hidup atau mati, muncul atau hilang, tumbuh atau merosot. Ia tidak murni atau tercemar, baik atau jahat, masa lalu atau masa depan. Ia tidak benar ataupun salah. Ia bukan laki-laki ataupun perempuan. Ia tidak muncul sebagai bhiksu ataupun orang awam, ahli ataupun pemula, bijaksana atau dungu, Buddha atau fana. Ia tidak berjuang untuk pencapaian dan tidak menderita karma. Ia tidak memiliki kekuatan atau bentuk. Ia seperti ruang. Kamu tidak dapat memilikinya dan kamu tidak bisa kehilangannya. Gerakannya tidak bisa dihalangi oleh pegunungan, sungai dan dinding batu. Ia adalah kekuatan tak terhentikan yang menembus Gunung Lima Skandha dan menyeberangi sungai Samsara. Tidak ada karma yang bisa menahan tubuh sejati ini. Namun pikiran ini lembut dan sulit dilihat. Ia tidak sama dengan pikiran yang merasakannya. Semua orang ingin melihat pikiran ini, dan mereka yang menggerakkan tangan dan kaki mereka dengan cahayanya sebanyak butiran pasir sepanjang Sungai Gangga, namun saat kamu bertanya padanya, mereka tidak bisa menjelaskannya. Mereka seperti boneka. Ia adalah milik mereka untuk digunakan. Mengapa mereka tidak melihatnya?

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha.

Sang Buddha berkata bahwa manusia tersesat. Ini lah alasan mengapa saat mereka bertindak mereka terjerumus dalam sungai tumimbal lahir tanpa akhir. Dan ketika mereka mencoba untuk keluar mereka hanya tenggelam lebih dalam. Dan semuanya karena mereka tidak melihat hakikat-sejati mereka. Sang Buddha tidak keliru. Manusia tersesat tidak mengenal siapa diri mereka. Seorang Buddha dan tak seorangpun mengenal sesuatu sulitnya untuk diungkap. Hanya yang bijak mengenal pikiran, pikiran ini disebut hakikat-sejati, pikiran ini disebut sebagai pembebasan. Tiada kelahiran tidak juga kematian bisa menahan pikiran ini. Kapasitas pikiran adalah tanpa batas, dan perwujudannya adalah tidak terbatas. Melihat wujud dengan matamu, mendengar suara dengan telingamu, mencium bau dengan hidungmu, mencicipi rasa dengan lidahmu, setiap gerakan atau keadaan adalah pikiranmu seutuhnya. Pada setiap momen, dimana tidak ada bahasa, itulah pikiranmu.

Variasi tanpa-akhir dari wujud adalah milik pikiran. Kemampuannya untuk membedakan sesuatu, apapun gerak atau keadaannya, adalah kesadaran pikiran. Namun pikiran tidak memiliki wujud dan kesadarannya adalah tanpa batas. Sebuah tubuh material dari empat unsur adalah masalah. Tubuh material adalah sasaran dari kelahiran dan kematian.

Jika sesuatu yang tidak lazim seharusnya muncul. Jangan menanggapinya, dan jangan takut akannya, dan jangan ragu bahwa pikiran-mu pada dasarnya adalah murni. Pikiranmu pada dasarnya adalah kosong. Semua wujud penampilan adalah ilusi. Jangan terikat pada wujud penampilan. Jika kamu mencari pemahaman langsung, jangan terikat pada wujud penampilan apapun, dan kamu akan berhasil. Sutra-sutra berkata, "Semua penampakan adalah ilusi." Mereka tidak memiliki keberadaan yang tetap, atau wujud pasti. Mereka tidak permanen. Jangan melekat pada penampakan dan kamu akan menyatukan pikiran dengan Buddha. Sutra-sutra berkata, "Yang bebas dari semua wujud adalah Buddha."

Buddha dalam bahasa sansekerta digunakan untuk engkau sebut sebagai yang sadar, kesadaran yang menakjubkan.

Sekali kamu melihat hakikat-sejati dirimu, seluruh Kitab Suci menjadi terlalu banyak uraian. Ribuan sutra dan sastra ini hanyalah jumlah untuk pikiran yang bersih. Pemahaman berasal dari antara kalimat. Apa baiknya sebuah doktrin? Kebenaran sejati melampaui kata-kata. Doktrin adalah kata-kata. Ia bukanlah Sang Jalan.

Ingatlah hal ini dalam pikiranmu ketika kamu mendekati kematian. Jangan terikat pada penampilan, dan engkau akan menembus semua rintangan. Sesaat ragu-ragu dan kamu akan dikuasai oleh mantra Si Jahat. Tubuh sejatimu adalah murni dan kedap. Namun dikarenakan oleh delusi-delusi kamu tidak awas akannya. Dan karena ini kamu mengalami ( akibat ) karma dengan sia-sia. Di mana dan kapanpun kamu menemukan kebahagiaan, di situ kamu menemukan ikatan. Namun sekali kamu tersadar akan tubuh dan pikiran sejatimu, engkau tidak akan terikat oleh kemelekatan lagi.

Namun ketika kamu pertama kali menapak di atas Sang Jalan, kesadaranmu tidak akan terfokus. Namun kamu tidak seharusnya ragu bahwa semua kegaduhan demikian berasal dari pikiranmu dan tidak dari yang lain.

Hingga engkau melihat hakikat-sejati dirimu, kau tidak seharusnya ke mana-mana mengkritik kebaikan orang lain. Tidak ada gunanya menipu dirimu sendiri. Baik dan buruk adalah berbeda. Sebab dan akibat adalah jelas.

Tubuh sejatimu pada dasarnya murni. Ia tidak bisa tercemar. Tubuh sejatimu tidak memiliki sensasi, tanpa lapar atau haus, tanpa cinta atau kemelekatan, tanpa hasrat atau sakit, tanpa baik dan buruk, tanpa pendek atau panjang, tanpa kelemahan atau kekuatan. Sebenarnya, tidak ada sesuatu pun disini. Hanya karena kamu melekat pada tubuh material ini hal-hal seperti lapar dan haus, hangat dan dingin, dan sakit muncul. Sekali kamu berhenti untuk melekat dan membiarkan sesuatu terjadi, kamu akan terbebaskan, bahkan dari kelahiran dan kematian. Kamu akan memiliki kekuatan spiritual yang tak terhalangi. Dan kamu akan menjadi damai di manapun kamu berada.

Pikiran ini tidak memiliki wujud dan ciri, tanpa otot dan tulang. Ia mirip dengan ruang. Kamu tidak bisa merengkuhnya. KecualiTathagata, yang bisa memahaminya.

Khotbah bangun

Intisari dari Sang Jalan adalah ketidakmelekatan. Dan tujuan dari praktik tersebut adalah kebebasan dari penampilan. Sutra-sutra berkata, ketidakmelekatan adalah pencerahan sebab menghilangkan penampilan. Kebuddhaan berarti kesadaran yang mengetahui dengan kebijaksanaan.

Keserakahan, kemarahan dan delusi ( kegelapan batin atau khayal ) tidak memiliki hakikat-sejati diri. Mereka tergantung pada kefanaan. Dan siapa yang keluar dari batas untuk melihat bahwa hakikat dasar dari keserakahan, kemarahan dan delusi adalah meninggalkan kegelapan batin.

Siapapun yang menyadari bahwa keenam indera tidak nyata , bahwa kelima skhanda adalah fiksi, tidak ada hal demikian yang bisa ditemukan di dalam tubuh, memahami bahasa Buddha. Terbukanya mata batin adalah pintu kendaraan besar. Apakah yang lebih jelas?

Melampaui gerak dan diam adalah meditasi tertinggi. Para fana tetap bergerak, dan para Arahat tetap tenang. Orang yang meraih pemahaman demikian membebaskan dirinya dari semua penampilan tanpa usaha dan menyembuhkan semua penyakit tanpa pengobatan.

Menggunakan pikiran untuk mencari realitas adalah delusi. Tidak menggunakan pikiran untuk mencari realitas adalah kesadaran.

Tanpa menderita akibat keberadaan yang lain adalah mencapai Sang Jalan. Tanpa menghasilkan delusi adalah pencerahan. Tanpa terjebak dalam ketidaktahuan adalah kebijaksanaan. Tanpa penderitaan adalah nirvana. Dan tanpa penampilan pikiran adalah pantai seberang. Ketika kamu tercemar, pantai ini ada. Ketika kamu bangun, ia tidak ada. Para fana tetap tinggal di pantai ini.

Delusi berarti kefanaan. Dan kesadaran berarti kebuddhaan. Mereka tidak sama. Dan mereka tidak berbeda. Hanya manusia yang memisahkan antara delusi dari kesadaran. Ketika kita terjebak dalam khayal terdapat sebuah dunia untuk melarikan diri. Ketika kita sadar, tidak ada apapun untuk dihindar.

Siapa yang mengetahui bahwa pikiran adalah palsu dan sama sekali tanpa sesuatu yang nyata mengetahui bahwa pikirannya sendiri bukan ada juga bukan tiada. Para fana terus menciptakan pikiran, mengakuinya sebagai yang ada.

Jika kamu menggunakan pikiranmu untuk mempelajari kenyataan, kamu tidak akan memahami baik pikiranmu ataupun kenyataan. Jika kamu mempelajari kenyataan tanpa menggunakan pikiranmu, kamu akan memahami keduanya. Baik pikiran dan realitas keduanya tetap diam, ia senantiasa dalam samadhi.

Jangan membenci kehidupan dan kematian atau mencintai kehidupan dan kematian. Jaga setiap pikiranmu bebas dari delusi, dan dalam kehidupan kamu akan menyaksikan awal dari nirvana dan dalam kematianmu kamu akan mengalami ketenangan tanpa kelahiran kembali.

Individu menciptakan karma. Mereka menciptakan karma dalan kehidupan ini dan menerima akibatnya di kehidupan selanjutnya. Mereka tidak menghindar. Ketika kamu menciptakan karma, kamu terlahir kembali dengan karmamu. Karma tergantung pada individu dan individu bergantung pada karma. Namun jika keadaan pikiran saat ini tidak menaburkan apapun, pikiran selanjutnya tidak menuai apapun. Jangan menyalahartikan karma.

Sutra-sutra berkata, "Meskipun menyakini Para Buddha, orang yang mengira Para Buddha mempraktikkan kekerasan bukanlah Buddhis. Hal ini berlaku juga untuk mereka yang membayangkan bahwa Para Buddha adalah masalah kesejahteraan atau kemiskinan. Mereka adalah icchantika. Mereka tidak memiliki keyakinan. Seseorang yang memahami ajaran dari para bijak adalah seorang bijak.

Penderitaan tanpa akhir adalah akar dari penyakit. Ketika para fana hidup, mereka takut akan kematian. Ketika mereka kenyang, mereka cemas akan lapar. Mereka adalah ketidakpastian mahabesar. Namun para bijak tidak memikirkan masa lalu. Dan mereka tidak cemas tentang masa depan. Tidak juga melekat pada masa kini. Dan dari momen ke momen mereka mengikuti Sang Jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar