Jumat, 23 Januari 2015

Pengertian citta, cetasika, rupa dan nibbana

Citta

Citta berasal dari kata citti yang berarti berpikir. Menurut abhidhamma, citta berarti kesadaran akan suatu obyek atau sesuatu yang sadar terhadap obyek. Bila suatu makhluk dibagi menjadi dua, yaitu nama ( batin ) yang digunakan. Tetapi jika dibagi menjadi lima kelompok kehidupan ( pancakkhanda ) digunakan istilah vinnana atau kesadaran.

Istilah citta digunakan dalam hubungannya dengan berbagai tingkat kesadaran. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara batin dengan kesadaran. Ada pernyataan dalam bahasa pali sebagai berikut : "aramanam cintetiti cittan"
Yang artinya
"Keadaan yang mengetahui obyek, yaitu menerima obyek selalu"
Keadaan itu disebut kesadaran kesadaran atau pikiran.

Citta atau kesadaran itu akan muncul dalam diri kita bilamana ada indera kita yang mencerap obyek dari luar. Menurut sifat atau keadaan, bahwa kesadaran atau pikiran itu adalah "keadaan yang mengetahui obyek" saja, maka kesadaran itu hanya satu. Tetapi bila ditinjau menurut keadaan yang diketahui dan bagian yang diketahui maka citta itu ada banyak. Yaitu mengetahui dalam hal keinginan yang baik atau yang tidak baik, mengetahui dalam hal rupa jhana ( jhana berbentuk ), mengetahui dalam hal arupa jhana ( jhana tak berbentuk ), atau mengetahui dalam hal nibbana.

Jadi bila kesadaran atau pikiran itu dihitung secara terperinci maka ada 89 - 121 macam atau type kesadaran. Dalam jumlah tersebut diatas citta atau kesadaran dapat dikelompokkan menjadi empat bagian :

1. Kammavacara citta,
Terdiri dari 54 type kesadaran, yaitu kesadaran atau pikiran yang bergetar atau berkelana di kamma bhumi atau kammaloka sebelas ( 11 alam kamma ), atau sering dikenal dengan type kesadaran yang berkenaan dengan alam indria. Type kesadaran atau pikiran ini terbagi menjadi tiga bagian yang meliputi :

~ akusala citta, yang terdiri atas 12 type kesadaran atau pikiran tidak baik atau amoral karena timbul dari lobha ( keserakahan ), dosa ( kebencian ) dan moha ( kebodohan batin ).

~ ahetuka citta, yang terdiri atas 18 type kesadaran atau pikiran yang tidak bersekutu dengan sebab atau hetu karena kesadaran atau pikiran ini merupakan hasil atau akibat dari perbuatan-perbuatan masa lampau.

~ kammavacara sobhana citta, yang terdiri atas 24 type kesadaran atau pikiran baik, yanv berkelana di alam kama bhumi.

2. Rupavacara citta,
Terdiri dari 15 type kesadaran, yaitu kesadaran yang mencapai obyek dari rupa jhana atau kesadaran atau pikiran yang berkelana di rupa bhumi ( alam berbentuk ).

3. Arupavacara citta,
Terdiri dari 12 type kesadaran atau pikiran yang mencapai obyek dari arupa jhana ( kesadaran pikiran yang berkenaan dengan alam arupa ).

4. Lokuttara citta,
Terdiri dari 8-40 type kesadaran atau pikiran, yaitu kesadaran atau pikiran di luar tiga dunia ( kesadaran atau pikiran di atas duniawi ).

Cetasika

Cetasika atau bentuk-bentuk batin adalah keadaan yang bersekutu dengan citta. Gejala yang bersekutu dengan citta disebut " cetoyuttakkhana " yaitu keadaan yang bersekutu dengan citta disertai 4 macam yaitu :

1. Ekuppada,
Yang berarti timbulnya bersama citta.

2. Ekaniroda,
Yang berarti padamnya bersama citta.

3. Akalambana,
Yang berarti mempunyai obyek yang sama dengan citta.

4. Ekavatthuka,
Yang berarti pemakaian obyek sama dengan citta. Karena setiap jenis cetasika mempunyai sifat yang tidak sama, maka terdapat 52 jenis cetasika, yang terbagi atas tiga bagian, yaitu :

~ annasamana cetasika, berarti bentuk-bentuk batin yang sama keadaanya yang dapat bersekutu dengan type kesadaran atau pikiran yang baik dan jahat, yang terdiri atas 13 macam.

~ akusala cetasika, berarti bentuk-bentuk batin yang jahat. Cetasika ini merupakan bentuk-bentuk batin yang membentuk semua kejadian yang tidak baik dari kesadaran atau pikiran, yang semuanya berjumlah 14 macam.

~ sobhana cetasika, berarti bentuk-bentuk batin yang baik, disebut demikian karena cetasika ini umumnya dibagi keseluruhan menjadi moral yang baik dari kesadaran atau pikiran. Cetasika ini muncul dalam kombinasi yang beraneka ragam dalam pernyataan kesadaran yang baik dan jumlahnya terdiri dari 25 macam.

Rupa

Rupa adalah suatu keadaan yang dapat bercerai-berai atau berubah padam dengan kedinginan dan kepanasan. Rupa sering diterjemahkan dengan materi, bentuk-bentuk, tubuh dan sebagainya. Rupa atau jasmani setiap makhluk itu pada hakekatnya akan timbul karena adanya 4 macam kebutuhan ( 4 paccaya ), yang meliputi :

1. Kamma atau karma,
Yaitu perbuatan atau kehendak yang baik maupun yang tidak baik. Jika perbuatan baik yang lebih banyak dilakukan, maka jasmani yang terbentuk tentu akan normal dan tidak ada cacat, juga akan cantik atau tampan, serta selalu sehat. Tetapi jika perbuatan tidak baik yang lebih banyak dilakukan maka jasmani yang terbentuk umumnya tidak normal.

2. Citta atau pikiran,
Jika pikiran kita selalu tenang, damai maka akan tercetus dalam wajah yang ceria, murah senyum, maka wajah kita akan cerah. Namun jika pikiran kita selalu kacau maka yang tampak terutama wajah kita akan cemberut atau marah, maka wajah kita akan kelihatan tidak cantik atau tampan dan mudah cepat tua.

3. Utu atau temperatur suhu. Jika kita tinggal didaerah tropis, maka kulit kita umumnya akan hitam atau gelap. Tetapi jika kita berada didaerah dingin maka umumnya kulit kita akan berwarna putih atau kuning langsat.

4. Ahara atau makanan. Jika kita selalu makan makanan yang penuh gizi, maka jasmani kita akan tumbuh dengan baik dan sehat. Tetapi jika kita selalu makan makanan yang kurang bergizi, maka jasmani yang terbentuk juga kurang baik dan kurang sehat.

Menurut abhidhamma, rupa atau jasmani dapat dikupas secara singkat menjadi 28 unsur yang terbagi menjadi dua kelompok :

~ mahabhutarupa,
Yang terdiri dari 4 unsur dan merupakan materi dasar besar.

~ upadayarupa,
Yang terbagi atas 24 macam, yang berarti materi yang berasal dari mahabhutarupa.

Nibbana

Kata nibbana berasal dari kata "Ni" dan "Vana" , Ni berarti tidak, Vana berarti menenun atau menginginkan, yang berfungsi sebagai tali untuk menghubungkan rangkaian kehidupan dari makhluk hidup dalam pengembaraannya ( samsara ). Selama seorang terjerat keinginan atau kemelekatan, ia akan menumpuk kekuatan kamma yang segar atau baru yang harus diwujudkan dalam satu bentuk didalam lingkaran kelahiran dan kematian yang tiada putusnya. Bila semua keinginan telah termusnahkan, kekuatan kamma akan berhenti bekerja, dan seseorang dikatakan mencapai nibbana, terlepas dari lingkaran kelahiran dan kematian yang tiada putusnya.

Kata nibbana juga dari kata ni dan va yang berarti meniup. Dalam hal ini nibbana berarti tertiup padamnya atau musnahnya api nafsu kebencian, dan ketidaktahuan. Secara intrinsik ( sabhavato ) nibbana adalah kedamaian ( santi ) dan unik ( kevala ).

Nibbana merupakan suatu kenyataan mutlak ( vattudhamma ) yang diatas duniawi ( lokuttara ). Nibbana merupakan arupadhamma, yaitu dhamma yang bukan rupa, dan disebut pula nama dhamma, disebut pula kala vimuti karena terbebas dari kala tiga ( atita, paccupana, dan anagata ), dan merupakan asankhatadhamma ( keadaan yang tidak bersyarat ). Selain itu nibbana diartikan sebagai suatu keadaan yang  terbebas dari tanha. Nibbana yang menjadi tujuan akhir umat buddha secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Saupadisesa nibbana : padamnya kilesa secara total, tetapi masih ada pancakhanda.

2. Anupadisesa nibbana : padamnya kilesa secara total dan juga padamnya pancakhanda.

1 komentar: