Sabtu, 20 Desember 2014

Sudut pandang karma dalam ajaran buddhis

Hukum karma

Ajaran agama buddha tentang karma harus dibedakan dari ajaran non bhuddhis mengenai karma yang diajarkan oleh para pemikir non buddhis pada masa sebelum, masa yang sama dan bahkan masa sesudah buddha.
Karma adalah hukum moral yang menimbulkan akibat yang menentukan nasib setiap makhluk hidup dan menyebabkan kelahiran kembali.

Kata "kamma" dalam bahasa pali, dan kata "karma" dalam bahasa sansekerta, memiliki arti yang sama, secara harfiah berarti "aksi" atau "perbuatan". Akan tetapi, tidak semua dianggap sebagai karma. Pertumbuhan rambut dan kuku serta pencernaan makanan, merupakan contoh dari aksi yang demikian, bukan merupakan karma. Aksi refleks juga bukan termasuk karma, tetapi merupakan kegiatan tanpa makna moral.

Sebagai istilah teknis, kata "kamma" digunakan dalam naskah buddhis awal untuk menyatakan perbuatan yang dilakukan dengan kehendak ( sankhara ). Perbuatan perbuatan ini dapat berupa perbuatan baik ( kusala ) atau perbuatan jahat ( akusala ) atau perbuatan netral ( avyakata ).
Terdapat perbuatan yang diekspresikan melalui badan jasmani ( kaya kamma ), perkataan ( vacikamma ), dan pikiran ( mano kamma ). Dengan kata lain perbuatan dapat merupakan tindakan badan jasmani, perkataan ataupun pikiran. Perbuatan yang dilakukan dengan adanya kehendaklah yang kita sebut karma.

Jadi kata karma digunakan untuk menunjukkan kegiatan yang dilakukan dengan adanya kehendak yang diekspresikan melalui pikiran, ucapan dan perbuatan, yang baik maupun jahat dan menimbulkan tanggung jawab atas akibat akibat yang sebagian menentukan kebaikan ataupun kejahatan dari perbuatan perbuatan ini. Karma adalah perbuatan. Hasil dari perbuatan disebut karma vipaka.

"Dengan adanya keinginan, manusia melakukan perbuatan melalui badan jasmani, ucapan, atau pikiran, dan mereka akan menerima akibatnya. Semua makhluk adalah pemilik yang bertanggung jawab atas perbuatannya ( karma ) sendiri, menjadi ahli waris dari karmanya sendiri, lahir dari karmanya ( penyebab bawaan ), berhubungan dengan karmanya ( sanak keluarga ), terlindung oleh karmanya sendiri.

Permainan tanpa akhir dari karma dan kamma vipaka, aksi dan re- aksi, sebab dan akibat, benih dan buah ini, berlanjut dalam gerakan tanpa henti, dan ini menjadi suatu proses perubahan fenomena kehidupan jasmani dan rohani secara terus menerus ( samsara ).

Jelas sudah, karma adalah kemauan yaitu kehendak, suatu kekuatan. Dengan adanya keinginan, manusia melakukan perbuatan melalui badan jasmani, ucapan, dan pikiran, dan aksi menghasilkan reaksi. Keinginan menimbulkan perbuatan, perbuatan menghasilkan akibat, akibat pada gilirannya menghasilkan keinginan baru. Proses sebab dan akibat, aksi dan reaksi ini merupakan hukum alam.

Menurut agama buddha, segala sesuatu tidak terjadi tanpa sebab (a-hetuka) atau dikarenakan oleh sebab tunggal (eka-hetuka). Sejumlah fakta bekerja dalam menimbulkan kondisi yang dialami manusia. Segala sesuatu timbul oleh kondisi kondisi yang saling bergantungan  ( paticca-samupada ), dan manusia dengan pengetahuan alam serta pengetahuan mengenai dirinya, dapat memahami, mengendalikan dan menguasainya.

Hubungan karma tidak ditetapkan  sebelumnya ( deterministis ), bukan telah digariskan oleh nasib dan tak dapat dihindari ( fatalisme ). Karma adalah salah satu dari banyak faktor yang menimbulkan kondisi apa yang dialami secara alamiah, dan karma yang lampau dapat diakhiri dan diubah dalam hubungan dengan perbuatan yang dilakukan seseorang pada saat ini. Kiranya tidak perlu dijelaskan bahwa ajaran agama buddha mengenai karma bukan fatalistis.
Dapat dicatat agama buddha menentang segala bentuk ajaran yang menyatakan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan sebelumnya ( determinisme ) : determinisme alamiah ( sabhavavada ), determinisme teistis ( issarakaranavada ) dan determinisme karma ( pubbakammavada ), yang menghubungkan segalanya dengan karma yang lampau ataupun salah satu dari perpaduan diatas.

Menurut agama buddha, manusia dikondisikan oleh hukum biologisnya ( bijanimaya ), hukum lingkungan dan jasmani ( utunimaya ), hukum psikologisnya ( cittanimaya ), termasuk karma yang mewarisinya ( kammanimaya ); ia tidak ditentukan oleh salah satu ataupun seluruh hukum diatas. Ia memiliki unsur kemauan bebas ( attakara ) atau usaha pribadi ( purisakara ). Dengan melatihnya, ia dapat mengubah sifat dasarnya maupun lingkungannya ( dengan memahaminya ) demi kebaikan sendiri maupun orang lain.

Apa itu kewujudan semula atau punarjadi ?

Suatu keadaan yang mana makhluk ( manusia, dewa, hewan, peta dll ) itu mati dan dilahirkan  semula. Dimana ia dilahirkan semula bergantung kepada kamma/ perlakuan masa lampau.

Samyutta nikaya
"Bergantung kepada benih yang disemai,
Begitu juga hasil yang diperoleh,
Melakukan kebaikan akan mendapat kebaikan,
Melakukan kejahatan, keburukan diterima,
Setelah benih disemai, kamu akan menerima hasil kemudian."

Hukum karma ialah peraturan semula jadi ( natural law ).
Hukum yang " impartial "
Hukum yang bertindak mengikuti perlakuan itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar